Senin, 04 Februari 2013

Sejenak di Bandar Lampung: Just My Luck!

Kota Bandar Lampung secara geografis menjadi pintu gerbang pulau Sumatera dari jalur laut. Ibu kota provinsi paling selatan Pulau Sumatera ini dulunya merupakan dua kota yang bergabung menjadi satu, yaitu Kota Tanjungkarang dan Kota Telukbetung. Pada awal tahun 2013, sepasang teman saya melangsungkan pernikahannya di kota ini. Jadilah saya dan beberapa teman saya menghadiri acara resepsi pernikahan teman kami, sekaligus jalan-jalan tentunya.

Perjalanan dimulai dari Pekanbaru menuju Jakarta dengan menggunakan pesawat udara pukul 18.30 WIB. Sesampainya di Bandara Soekarno-Hatta sekitar pukul 20.30 WIB, kami langsung memesan taksi menuju Stasiun Gambir untuk memesan tiket bus Damri menuju Bandar Lampung. Bus berangkat pukul 22.15 WIB dari Stasiun Gambir dan sampai di Stasiun Tanjungkarang di Kota Bandar Lampung pukul 06.00 WIB keesokan harinya. Kami langsung dijemput oleh mobil sewaan yang telah kami pesan sebelumnya. Harga sewanya yaitu Rp400.000,00 per 12 jam. Karena acara resepsi baru dimulai pada pukul 11.00 WIB, kami pun menyempatkan mengeksplorasi Kota Bandar Lampung di pagi hari. Tujuan pertama kami yaitu sarapan di Lapangan Merah Saburai. Lapangan ini sendiri merupakan lapangan baseball yang pada pagi hari dipenuhi oleh penjual makanan, seperti bubur ayam, nasi uduk, lontong sayur, dan lain-lain.

Salah satu lapak di pinggiran Lapangan Merah Saburai

Setelah kenyang, kami menuju salah satu pantai yang cukup terkenal di Bandar Lampung, yaitu Pantai Mutun. Sebenarnya ada dua pantai yang menjadi tujuan utama wisatawan apabila mengunjungi kota ini, yaitu Pantai Pasir Putih dan Pantai Mutun. Karena waktu kami terbatas, kami hanya sempat mengunjungi satu pantai saja, yaitu Pantai Mutun yang ditempuh sekitar 30 menit dari pusat kota. Pantai ini tepatnya terletak di Kabupaten Pesawaran. Sebelum masuk ke pantai, kami harus membayar biaya retribusi sebesar Rp10.000,00 per orang. Secara umum, pantai ini memiliki pemandangan yang bagus dan fasilitas yang lumayan lengkap. Fasilitas yang dapat kita nikmati antara lain, perahu untuk berkeliling, banana boat, gubuk di sepanjang pantai untuk bersantai, dan lain-lain. Sayangnya sampah yang berserakan di pantai membuat pemandangan menjadi terganggu.

Pantai Mutun

Gubuk di pinggir pantai

Setelah berfoto sejenak di pantai, kami melanjutkan perjalanan menuju toko oleh-oleh yang terletak di pinggiran kota. Toko oleh-oleh yang yang kami kunjungi merupakan yang paling terkenal dan terlengkap di Bandar Lampung yaitu Toko Manisan Yen Yen. Meskipun namanya toko manisan, tetapi oleh-oleh yang dijual disini bukan hanya manisan saja, oleh-oleh khas Lampung seperti keripik pisang, kemplang, kopi durian, dan lain-lain lengkap tersedia.

Kopi Duren khas lampung

Lampung juga terkenal dengan duriannya, kurang lengkap rasanya mengunjungi Kota Bandar Lampung tanpa mencicipi durian Lampung yang terkenal. Supir kami pun segera mencarikan penjual durian dengan harga yang paling murah. Tidak jauh dari toko oleh-oleh, terdapat sekelompok anak sedang menjajakan durian. Menurut supir kami, durian yang dijual oleh anak-anak biasanya lebih murah dibandingkan yang dijual di lapak-lapak. Benar saja, satu durian dihargai sekitar Rp10.000,00. Kami pun ingin mencicipi durian dengan harga murah tersebut, tetapi anak-anak yang berjualan tersebut tidak membawa pisau atau semacamnya. Jadilah kami mencoba membuka durian tersebut dengan cara diinjak dan dibuka menggunakan obeng. Setelah beberapa lama, durian tersebut terbelah juga. Tetapi seperti kata orang Jawa, ada harga ada rupa. Jangan terlena dahulu dengan harga yang murah, karena bisa saja kualitasnya kurang bagus. Durian yang kami beli ternyata masih mentah dan keras. Kami pun tidak jadi membeli durian dan kemudian harus melanjutkan perjalanan ke acara resepsi karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 WIB.

Durian Lampung

Mencoba membuka durian dengan cara diinjak

Kami menuju Gedung Wanita yang terletak di Jalan Kapten Tendean tempat acara berlangsung. Acara dimeriahkan juga dengan tarian adat Lampung yaitu Tari Sembah. Pengantin wanitanya mengenakan mahkota khas Lampung yang disebut dengan siger. Siger ini juga menjadi ciri khas gedung yang berarsitektur Lampung.

Siger, gambar diambil dari situs ini

Pukul 13.00 WIB, kami menuju Bandara Radin Inten II untuk kembali ke Jakarta. Kami berencana kembali ke Jakarta go show saja setelah resepsi selesai menggunakan pesawat Sriwijaya Air pukul 14.40 WIB. Sebelumnya kami telah mengecek harga tiket yaitu sebesar Rp400.000,00. Dengan pede-nya, kami memesan tiket kemudian menyiapkan uang masing-masing empat lembar seratus ribuan untuk diberikan kepada penjaga counter. Alangkah kagetnya kami ketika penjaga counter menyebutkan angka 590.000 rupiah. Kami pun segera membatalkan pesanan tiket kami. Beruntung ada seseorang yang menawarkan diri untuk memesankan tiket melalui call center agar bisa mendapatkan harga murah. Kami pun mendapatkan kode booking tiket dengan harga Rp420.000,00. Karena terlalu excited, kami langsung saja mencetak dan membayar tiket tersebut. Sialnya, kami tidak mengkonfirmasi dahulu sebelum mencetak tiket dan tiket yang kami beli adalah tiket untuk penerbangan terakhir yaitu jam enam sore. Terpaksa kami terima tiket tersebut dan check in. Tetapi counter check in belum dibuka untuk tiket kami karena masih ada penerbangan sebelumnya, saya pun segera mendaftar menjadi waiting list penerbangan tersebut, siapa tahu ada yang membatalkan penerbangannya. Setelah lama menunggu, penantian kami pun berbuah manis, nama kami pun dipanggil untuk segera check in dan pesawat yang akan mengantarkan kami ke Jakarta telah menunggu.

Pemandangan dari pesawat udara

3 komentar:

  1. hi saya naeim dr malqysia. ini email saya zknaeim85@gmail.com. saya mahu ke pekan baru. boleh dapatkan email kamu. tq

    BalasHapus