Kamis, 01 Agustus 2013

The Island of Gods part 2 (end): Temple Tramping

Karena kondisi tubuh saya yang tidak 100 %, hari ketiga di Bali pun menjadi tak maksimal. Kalau hari sebelumnya saya mendapat pinjaman sepeda motor dari teman saya, kali ini saya menyewa motor sendiri dengan biaya Rp50.000,00 per hari. Karena serah terima dilakukan di hotel, bukan di bandara, maka dikenakan biaya tambahan sebesar Rp15.000,00 sebagai biaya antar.

Sekitar pukul 08.00 saya berangkat dari hotel di Kuta menuju Gianyar, tepatnya menuju Goa Gajah yang terletak di desa Bedulu, Blahbatuh, Gianyar. Perjalanan ditempuh sekitar satu jam dari Kuta. Saya sempat mampir sarapan di sebuah warung nasi campur di daerah Gianyar. Dengan bermodalkan GPS dan bertanya kepada warga setempat, saya pun akhirnya sampai di Goa Gajah. Goa Gajah sebenarnya merupakan pura yang dikelilingi oleh persawahan. Untuk menuju ke lokasi, saya harus membayar biaya retribusi sebesar Rp15.000,00 dan menuruni beberapa puluh anak tangga. Goa Gajah merupakan salah satu peninggalan sejarah dari Kerajaan Bali Kuno yang tertua dan masih terjaga sampai sekarang. Di sekitar gua terdapat beberapa kolam lengkap dengan patung pancuran.

Pintu masuk Goa Gajah

Interior gua

Kolam dan patung pancuran

Dari Goa Gajah, tujuan saya selanjutnya yaitu Pura Tirta Empul yang terletak di Kecamatan Tampaksiring, tepat di sebelah Istana Tampaksiring. Tirta Empul sendiri berarti "air yang muncul dari tanah". Pura ini terkenal karena terdapat sumber air yang dijadikan air suci untuk melukat atau pensucian. Untuk masuk ke pura ini, siapkan uang sebesar Rp15.000,00 sebagai biaya retribusi dan diwajibkan memakai sarung dan selendang seperti di Pura Luhur Uluwatu.

Pintu gerbang samping

Pengunjung Pura sedang melukat

Istana Tampaksiring dilihat dari kawasan Pura

Kolam ikan di kawasan Pura

Selanjutnya saya melanjutkan petualangan menuju Ubud yang terkenal sebagai pusat seni-nya Bali. Perjalanan dari Tampaksiring menuju Ubud ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit. Pemandangan sawah dengan sistem irigasi subak banyak terlihat di kanan dan kiri jalan menuju Ubud. Banyak juga galeri dan pura desa yang saya lewati sepanjang perjalanan. Memang pantas jika Ubud disebut sebagai pusat kesenian. Tetapi tujuan saya kali ini bukanlah galeri, tetapi Monkey Forest yang terletak di desa adat Padangtegal. Monkey Forest atau Wanara Wana merupakan hutan sakral yang telah dihuni oleh ratusan kera selama ratusan tahun. Di tempat parkir banyak sekali kera liar berkeliaran dan sesekali mengejar pengunjung. Pengalaman dikejar kera sewaktu di Uluwatu membuat saya mengurungkan niat untuk memasuki Monkey Forest. Karena waktu sudah menunjukkan jam makan siang, saya pun segera menuju ke Bebek Bengil, sebuah restoran yang terletak tak jauh dari Monkey Forest. Sesuai namanya, menu andalan di restoran ini adalah bebek krispi lengkap dengan tiga macam sambal. Suasananya pun nyaman dengan nuansa Bali yang kental, tak heran kalau harga makanannya pun agak mahal.

Bebek krispi

Kenyang dengan bebek krispi, saya melanjutkan perjalanan menuju Mengwi yang merupakan ibukota Kabupaten Badung. Ditempuh sekitar 20 menit dari Ubud. Di daerah ini terdapat Pura peninggalan dari Kerajaan Mengwi, yaitu Pura Taman Ayun. Pura ini dikelilingi oleh kolam ikan sehingga seolah-olah pura ini berada di tengah danau. Pengunjung tidak diperbolehkan memasuki area pura, tetapi hanya diperkenankan untuk melihat-lihat di kawasan luarnya saja. Untuk masuk ke kawasan pura ini dikenakan biaya Rp15.000,00.

Pintu utama

Bagian dalam pura

Pintu gerbang pura

Kondisi tubuh pun semakin menurun, saya memutuskan untuk kembali ke hotel dan istirahat sejenak. Setelah beristirahat sekitar pukul 17.00 WITA, saya kemudian menuju ke Discovery Mall, atau lebih populer dikenal sebagai Centro. Pusat perbelanjaan ini memiliki arena outdoor yang langsung berhubungan dengan pantai sehingga pada sore hari banyak sekali pengunjung berdatangan untuk melihat matahari terbenam dari pantai ini. Pantai tersebut masih satu garis dengan Pantai Kuta. Setiap malam akhir pekan, di pantai ini diadakan semacam layar tancap untuk nonton bareng.

Pantai Kuta terlihat dari Centro

Senja di Centro

Setelah melihat matahari terbenam dan makan malam, saya pun segera kembali ke hotel untuk beristirahat. Keesokan paginya, pukul 05.00 WITA saya sudah berangkat menuju bandara untuk mengembalikan motor sewaan kemudian kembali ke Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar