Kamis, 27 Maret 2014

Mekong to Chao Phraya part 5: Mutiara Asia

Phnom Penh, dahulu dikenal sebagai "Pearl of Asia" secara etimologis berarti Bukit Penh. Diambil dari nama kuil yang didirikan pada abad ke-14 oleh seorang nenek pemuka agama Buddha bernama Lady Penh. Kuil yang didirikan diatas bukit setinggi sekitar 27 meter itu sendiri bernama Wat Phnom atau Kuil Bukit. Kota ini terletak di tepi pertemuan antara sungai Mekong, Tonle Sap, dan Bassac. Petualangan saya di ibukota Kerajaan Kamboja ini dimulai sekitar pukul 13.00 waktu setempat ketika saya keluar hotel untuk mencari makan siang. Kebetulan di sebelah hotel terdapat sebuah warung kecil yang menjual makanan halal. Di warung tersebut, saya bertemu dengan General Manager Pacific Hotel tempat saya menginap yang kebetulan seorang Muslim. Anshari Usman, nama GM tersebut, yang merupakan orang Cham yang mayoritas memeluk agama Islam bercerita mengenai keadaan kota Phnom Penh secara umum.

Manisan mangga sebagai lalapan makan siang

Setelah makan siang kami pun kembali ke hotel dan ternyata Thi telah menunggu kami di depan hotel. Thi menyodorkan peta kota Phnom Penh dan bertanya kepada kami kemana saja kami akan pergi. Kami kemudian menentukan beberapa tujuan kami dan kemudian segera menuju ke tempat tujuan pertama kami, Wat Phnom. Seperti yang saya sebutkan di awal, Wat Phnom berarti Kuil Bukit karena memang berdiri di atas bukit setinggi 27 m. Bangunan yang merupakan tempat ibadah tertinggi di kota Phnom Penh itu terdiri atas kuil di bagian depan dan stupa di belakangnya.

Tangga untuk menuju ke kuil

Bagian depan kuil

Stupa di belakang kuil

Setelah berfoto dan membeli suvenir, kami menuju ke tujuan berikutnya yaitu Royal Palace. Tetapi karena pada saat itu Royal Palace sedang ramai pengunjung, kami memutuskan kembali kesana keesokan paginya. Kami pun segera menuju ke tujuan berikutnya yaitu Tuol Sleng Genocide Museum. Tetapi sebelum itu kami mampir dulu ke Independence Monument yang dibangun untuk memperingati kemerdekaan Kamboja dari Perancis pada tahun 1958. Monumen ini berdiri di persimpangan Norodom Boulevard dan Sihanouk Boulevard di tengah kota Phnom Penh.

Independence Monument

Kami melanjutkan perjalanan ke Tuol Sleng Genocide Museum setelah berfoto sebentar. Situs ini dahulu merupakan sebuah sekolah yang dikonversi menjadi Security Prison 21 (S-21) pada masa kekuasaan Khmer Rouge (Khmer Merah). Penjara ini dahulu digunakan sebagai tempat untuk menginterogasi dan menyiksa tahanan juga sebagai kamp konsentrasi bagi para tahanan sebelum mereka dibantai di Choeung Ek. Komplek museum ini terdiri dari empat bangunan utama. Aroma angker mulai terasa ketika kami memasuki komplek museum. Di dinding museum terdapat foto-foto para korban kekejaman Khmer Merah dan alat-alat penyiksaan mereka.

Dilarang tertawa di komplek museum

Salah satu ruangan tempat penyiksaan tahanan

Peraturan yang diberlakukan pada saat penjara beroperasi

Foto-foto korban kekejaman Khmer Rouge

Komplek museum

Tanpa berlama-lama di museum, selanjutnya kami menuju ke Russian Market untuk berbelanja oleh-oleh khas Kamboja. Di sini, kebanyakan barang yang dijual yaitu jam tangan dan perhiasan KW. Banyak juga terdapat penjual kain dan suvenir. Malam harinya, kami makan malam di sebuah rumah makan halal yang menjual masakan khas Khmer. Rata-rata masakan Khmer memiliki cita rasa asam. Bagi yang belum terbiasa mungkin agak sedikit merasa aneh. Pemilik rumah makan tersebut ternyata bisa berbahasa Melayu. Karena saya juga boleh cakap Melayu sikit sikit, maka setelah makan pemilik rumah makan tersebut mengajak kami ke sebuah pasar malam. Di perjalanan menuju pasar malam, pemilik rumah makan tersebut banyak bercerita mengenai kehidupan masyarakat Kamboja pada umumnya dari zaman dahulu sampai sekarang. Cerita tersebut diceritakan dalam bahasa Melayu tentunya. Puas bermain di pasar malam, kami pun segera kembali ke hotel.

Daftar menu

Khmer Sour Soup, salah satu masakan khas Kamboja

Pasar malam di Phnom Penh

(bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar