Selasa, 01 Juli 2014

Exploring Aceh part 2 (end): Remnant of Tsunami

Pagi berikutnya kami kembali lagi ke Banda Aceh. Pak Kamal sudah menunggu kami di Pelabuhan Ulee Lheue dengan mobilnya. Hari ini kami Pak Kamal membawa kami mengunjungi sisa-sisa bencana tsunami yang pernah melanda Aceh. Kami langsung menuju ke Kapal Tsunami Lampulo yang merupakan kapal nelayan yang terdampar di atas atap rumah warga. Kapal ini terbawa arus sejauh sekitar 3 km ke darat dan letak dan bentuknya pun tidak diubah. Sekarang kapal yang menjadi saksi bisu tsunami ini menjadi obyek wisata yang ramai dikunjungi.

Kapal nelayan Lampulo ini terdampar di atas rumah warga

Kapal ini konon telah menyelamatkan beberapa orang yang menaikinya

Tujuan kami berikutnya yaitu kapal lain yang tersapu gelombang ke darat. Kalau sebelumnya merupakan kapal nelayan dari kayu, kali ini tujuan kami yaitu sebuah kapal Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) Apung seberat 2600 ton. Kapal ini mulanya berfungsi sebagai pensuplai listrik ke kota itu karena tiang-tiang listrik banyak dirusak oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. Pada saat bencana terjadi, kapal ini pun tidak luput dari terjangan gelombang dan menimpa apapun yang ada di bawahnya. Sebenarnya kondisi mesin kapal masih bagus tetapi karena sudah terlanjur menjadi tujuan wisata, PLN pun tidak jadi mengembalikan fungsi kapal tersebut.

Kapal PLTD Apung

Selanjutnya kami menuju ke Museum Tsunami Aceh yang terletak di pusat kota Banda Aceh. Museum yang dirancang oleh Ridwan Kamil ini berisi foto-foto ketika gempa dan tsunami mengobrak-abrik Aceh sampai rekonstruksi Aceh pasca bencana serta terdapat juga nama-nama korban. Kami bersantai sejenak sambil minum di kantin yang ada di museum sebelum menuju ke destinasi selanjutnya.

Museum Tsunami Aceh

Nama-nama korban tsunami

Foto-foto bencana gempa dan tsunami

Setelah makan siang dengan menu ayam tangkap, kami melanjutkan perjalanan ke Pantai Lampuuk yang terletak di Kabupaten Aceh Besar. Berjarak kurang lebih 15 km dari kota Banda Aceh, pantai ini sekilas mirip seperti pantai Kuta yang berada di Lombok, tetapi dengan butiran pasir yang lebih halus. Pantai ini pun sempat hancur diterpa tsunami pada 2004 lalu, tetapi sekarang sudah pulih dan sudah dipadati kembali oleh pengunjung. Sepulang dari Pantai Lampuuk, kami mampir di toko oleh-oleh khas Aceh yang banyak tersedia di pinggir jalan.

Warung Ayam Tangkap

Pantai Lampuuk

Oleh-oleh khas Aceh

Destinasi terakhir kami yaitu Masjid Raya Baiturrahman yang merupakan ikon dari kota Banda Aceh yang melengkapkan kunjungan kami ke Aceh. Pada saat tsunami menyerang Aceh, masjid ini tetap berdiri gagah tanpa cacat. Gelombang tsunami yang menerjang Aceh tak mampu menggoyangkan masjid ini. Pada saat itu masjid ini berfungsi sebagai tempat berlindung bagi masyarakat juga tempat evakuasi korban.

Interior Masjid

Masjid Raya Baiturrahman

6 komentar:

  1. Museum Tsunami Aceh salah satu tempat yang pengen saya kunjungi jika ke Aceh :)

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  6. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus